Rabu, 27 Mei 2015

Fakultas Sains dan Farmasi



ETNOBOTANI BAMBU MAYAN (Gigantochloa robusta Kurz.)
DI KECAMATAN SOBANG PANDEGLANG BANTEN


PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan
Gelar Sarjana Sains





DIAJUKAN OLEH :
NAMA        : RIKI RIKARDO
NIM   : G 15.11.0011





KEPADA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN FARMASI
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN

2015





ABSTRACT

                    One of the plants that are in Indonesia is bamboo. Clumping bamboo is a                      plant. This plant grows scattered in tropical, sub-tropical and temperate regions.                    Bamboo can grow on dry to wet tropical climate, fertile soil conditions and less                      fertile, and from the lowlands to 4000 m above sea level, and from flat to                               mountain slopes or cliffs of the river. Bamboo is widely available around the                          District Sobang.

                   The purpose of this study was to understand the interaction and utilization                      of bamboo by communities around the District Sobang who studied ethnobotan                     y. Ethnobotany is the branch of science that explore the relationship of man                          and nature vegetable culture around it. In this case preferably in the perception                     and conception of cultural communities, who studied are systems of                                       knowledge of its members in the face of the scope of his life.

                  This study used a survey method, direct exploration and interviews on                              community Sobang District of Pandeglang Banten by age group using a                                questionnaire to determine the level of public knowledge about the utilization of                     Bamboo Mayan.
                    Results from this study are expected to provide an overview and                                     information on the interaction and utilization of bamboo Mayan communities                          around the District Sobang which can increase the income of the people who                        managed wisely and do not damage the environment.
 
                       Keywords:   Bamboo Mayan (Gigantochloa robusta Kurz.), Ethnobotany,                            District Sobang







BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Separuh dari hutan yang ada di muka bumi tergolong sebagai hutan tropik. Hutan-hutan ini sangat beraneka ragam terhadap tipe, komposisi, maupun strukturnya. Semua terjadi karena adanya variasi kondisi iklim dan tanah disetiap wilayah. Di Indonesia hutan tropik telah rusak akibat kesalahan dalam sistem pengelolaan maupun berbagai aktivitas manusia. Bukti kerusakan hutan yang parah ditunjukkan oleh timbulnya lahan kritis dalam kawasan hutan. Hutan sendiri menyimpan berbagai jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan (Indriyanto, 2008)
Tumbuhan di Indonesia telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, misalnya untuk kebutuhan pangan, obat-obatan, kosmetik dan bahan pestisida. Masyarakat Indonesia telah ratusan tahun lamanya menggunakan tumbuhan sebagai obat. Pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengalaman praktis dan pengetahuan tidak tertulis, yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya (Supriati, 2013).
Seperti halnya bambu, bambu memegang peranan sangat penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Bambu dikenal memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan berupa batang yang kuat, serta kulit batang yang mudah dibentuk. Bambu banyak ditemukan di sekitar pemukiman daerah pedesaan, sehingga bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan (Munziri, 2013). Bambu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Sobang Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten sebagai bahan bangunan, karena memiliki batang yang kuat dengan ruas-ruas yang pendek.
B.    PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas muncul permasalahan diantaranya:
1.     Bagaimanakah pemanfaatan Bambu Mayan di Kecamatan Sobang Pandeglang Banten ?
2.     Bagaimanakah interaksi masyarakat sekitar Kecamatan Sobang Pandeglang Banten terhadap Bambu Mayan?
3.     Manfaat apa yang paling besar terhadap bambu mayan ?
4.     Bagaimana kajian etnobotani warga setempat terhadap bambu mayan ?
C.   TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1.      Pemanfaatan Bambu Mayan di Kecamatan Sobang Pandeglang Banten.dalam kajian etnobotani
2.      Interaksi masyarakat sekitar Kecamatan Sobang Pandeglang Banten terhadap Bambu Mayan
D.   HIPOTESIS
Terdapatnya pemanfaatan dan interaksi masyarakat dalam kajian etnobotani di Kecamatan Sobang Pandeglang Banten terhadap Bambu Mayan (Gigantonchloa robusta Kurz).
E.   MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini adalh sebagai berikut :
1.      Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan menjadi informasi danpengetahuan mengenai keragaman pemanfaatan Bambu Mayan.
2.      Dapat mengetahui tatacara penggunaan dan pemanfaatan Bambu Mayan secara etnobotani.
3.      Sebagai salah satu penunjang pendidikan dan proses pembelajaran di lapangan.








Senin, 11 Mei 2015

Biografi Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq

Biografi Ilmuan Muslim :
Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq 


Tentu Anda pernah mempelajari istilah sinus dalam mata pelajara matematika. Sinus adalah perbandingan sisi segitiga yang ada di depan sudut dengan sisi miring.  Hukum sinus itu ternyata dicetuskan seorang matematikus Muslim pada awal abad ke-11 M.

Ahli matematika itu bernama Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau akrab disapa Abu Nasr Mansur (960 M - 1036 M).  Bill Scheppler dalam karyanya bertajuk al-Biruni: Master Astronomer and Muslim Scholar of the Eleventh Century, mengungkapkan, bahwa  Abu Nasr Mansur merupakan seorang ahli matematika Muslim dari Persia. 

"Dia dikenal sebagai penemuan hukum sinus," ungkap Scheppler.  Ahli sejarah Matematika John Joseph O'Connor dan Edmund Frederick Robertson menjelaskan bahwa Abu Nasr Mansur  terlahir di kawasan  Gilan, Persia pada tahun 960 M. Hal itu tercatat dalam The Regions of the World, sebuah buku geografi Persia bertarikh 982 M.

Keluarganya "Banu Iraq" menguasai wilayah Khawarizm (sekarang, Kara-Kalpakskaya, Uzbekistan). Khawarizm merupakan wilayah yang berdampingan dengan Laut Aral. "Dia menjadi seorang pangeran dalam bidang politik," tutur O'Cornor dan Robertson.

Di Khawarizm itu pula, Abu Nasr Mansur menuntut ilmu dan berguru pada seorang astronom dan ahli matematika Muslim terkenal Abu'l-Wafa (940 M - 998 M). Otaknya yang encer membuat Abu Nasr dengan mudah menguasai matematika dan astronomi. Kehebatannya itu pun menurun pada muridnya, yakni  Al-Biruni (973 M - 1048 M).

Kala itu, Al-Biruni tak hanya menjadi muridnya saja, tapi juga menjadi koleganya yang sangat penting dalam bidang matematika. Mereka bekerja sama menemukan rumus-rumus serta hukum-hukum yang sangat luar biasa dalam matematika. Kolaborasi kedua ilmuwan itu telah melahirkan sederet penemuan yang sangat hebat dan bermanfaat bagi peradaban manusia.

Perjalanan kehidupan Abu Nasr dipengaruhi oleh situasi politik yang kurang stabil. Akhir abad ke-10 M hingga awal abad ke-11 M merupakan periode kerusuhan hebat di dunia Islam. Saat itu, terjadi perang saudara di kota sang ilmuwan menetap. Pada era itu, Khawarizm menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Dinasti Samaniyah.

Perebutan kekuasaan di antara dinasti-dinasti kecil di wilayah Asia Tengah itu membuat situasi politik menjadi kurang menentu. Pada 995 M, kekuasaan Banu Iraq digulingkan. Saat itu, Abu Nasr Mansur menjadi pangeran. Tidak jelas apa yang terjadi pada Abu Nasr Mansur di negara itu, namun yang pasti muridnya al-Biruni berhasil melarikan diri dari ancaman perang saudara itu.
 

Setelah peristiwa itu, Abu Nasr Mansur bekerja di istana Ali ibnu Ma'mun dan menjadi penasihat Abu'l Abbas Ma'mun. Kehadiran Abu Nasr membuat kedua penguasa itu menjadi sukses.
 

Ali ibnu Ma'mun dan Abu'l Abbas Ma'mun merupakan pendukung ilmu pengetahuan. Keduanya mendorong dan mendukung Abu Nasr mengembangkan ilmu pengetahuan. Tak heran jika ia menjadi ilmuwan paling top di istana itu.  Karya-karyanya sangat dihormati dan dikagumi.

Abu Nasr Mansur menghabiskan sisa hidupnya di istana Mahmud di Ghazna. Ia wafat pada 1036 M di Ghazni, sekarang Afghanistan.  Meski begitu, karya dan kontribusianya bagi pengembangan sains tetap dikenang sepanjang masa. Dunia Islam modern tak boleh melupakan sosok ilmuwan Muslim yang satu ini.


Kontribusi Sang Ilmuwan

Abu Nasr Mansur telah memberikan kontribusi yang penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Sebagian Karya Abu Nasr fokus pada bidang matematika, tapi beberapa tulisannya juga membahas masalah astronomi.
 

Dalam bidang matematika, dia memiliki begitu banyak karya yang sangat penting dalam trigonometri.  Abu Nasr berhasil mengembangkan karya-karya ahli matematika, astronomi, geografi dan astrologi  Romawi bernama  Claudius Ptolemaeus (90 SM – 168 SM).

Dia juga mempelajari karya ahli matematika dan astronom Yunani, Menelaus of Alexandria (70 SM – 140 SM). Abu Nasr mengkritisi dan mengembangkan teori-teori serta hukum-hukum yang telah dikembangkan ilmuwan Yunani itu.

Kolaborasi Abu Nasr dengan al-Biruni begitu terkenal. Abu Nasr berhasil menyelesaikan sekitar 25 karya besar bersama  al-Biruni. " Sekitar 17 karyanya hingga kini masih bertahan.   Ini menunjukkan bahwa Abu Nasr Mansur adalah seorang astronom dan ahli matematika yang luar biasa,"  papar  ahli sejarah Matematika John Joseph O'Connor dan Edmund Frederick Robertson
 

Dalam bidang Matematika, Abu Nasr memiliki tujuh karya, sedangkan sisanya  dalam bidang astronomi. Semua karya yang masih bertahan telah dipublikaskan, telah dialihbahasakan kedalam bahasa Eropa, dan ini memberikan beberapa indikasi betapa sangat pentingnya karya sang ilmuwan Muslim itu.

Secara khusus Abu Nasr mempersembahkan sebanyak 20 karya kepada muridnya al-Biruni. Salah satu adikarya sang saintis Muslim ini adalah komentarnya dalam The Spherics of Menelaus.
 

Perannya sungguh besar dalam pengembangan trigonometri dari perhitungan Ptolemy dengan penghubung dua titik fungsi trigonometri yang hingga kini masih tetap digunakan. Selain itu, dia juga berjasa dalam mengembangkan dan mengumpulkan tabel yang  mampu memberi solusi angka yang mudah untuk masalah khas spherical astronomy (bentuk astronomi).

Abu Nasr juga mengembangkan The Spherics of Menelaus yang merupakan bagian penting, sejak karya asli Menelaus Yunani punah. Karya Menelaus berasal dari dasar solusi angka Ptolemy dalam masalah bentuk astronomi yang tercantum dalam risalah Ptolemy bertajuk Almagest.
 

"Karyanya di dalam tiga buku: buku pertama mempelajari kandungan/kekayaan bentuk segitiga, buku kedua meneliti kandungan sistem paralel lingkaran dalam sebuah bola/bentuk mereka memotong lingkaran besar, buku ketiga memberikan bukti dalil Menelaus," jelas O'Cornor dan Robertson.

Pada karya trigonometrinya, Abu Nasr Mansur menemukan hukum sinus sebagai berikut:

a/sin A = b/sin B = c/sin C.

"Abu'l-Wafa mungkin menemukan hukum ini pertama dan Abu Nasr Mansur mungkin belajar dari dia. Pastinya keduanya memiliki prioritas kuat untuk menentukan dan akan hampir pasti tidak pernah diketahui dengan kepastian," ungkap O'Cornor dan Robertson.

O'Cornor dan Robertson juga menyebutkan satu nama lain, yang disebut sebagai orang ketiga yang kadang-kadang disebut sebagai penemu hukum yang sama, seorang astronom dan ahli matematika Muslim dari Persia, al-Khujandi (940 M - 1000 M).
 

Namun, kurang beralasan jika al-Khujandi dsebut sebagai penemu hukum sinus, seperti yang ditulis Samso dalam bukunya Biography in Dictionary of Scientific Biography (New York 1970-1990). "Dia adalah seorang ahli astronomi praktis yang paling utama, yang tidak peduli dengan masalah teoritis," katanya.

Risalah Abu Nasr membahas lima fungsi trigonometri yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam bentuk astronomi. Artikel menunjukkan perbaikan yang diperoleh Abu Nasr Mansur dalam penggunan pertama sebagai nilai radius. Karya lain Abu Nasr Mansur dalam bidang astronomi meliputi empat karya dalam menyusun dan mengaplikasi astrolab.
 


Al-Biruni, Saksi Kehebatan Abu Nasr

Sejatinya, dia adalah murid sekaligus kawan bagi Abu Nasr Mansur. Namun, dia lebih terkenal dibandingkan sang guru.
 
Meski begitu, al-Biruni tak pernah melupakan jasa Abu Nasr dalam mendidiknya. Kolaborasi kedua ilmuwan dari abad ke-11 M itu sangat dihormati dan dikagumi.

Abu Nasr telah 'melahirkan' seorang ilmuwan yang sangat hebat. Sejarawan Sains Barat, George Sarton begitu mengagumi kiprah dan pencapaian al-Biruni dalam beragam disiplin ilmu. ”Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman,” cetus Sarton.

Bukan tanpa alasan bila Sarton dan Sabra mendapuknya sebagai seorang ilmuwan yang agung. Sejatinya, al-Biruni memang seorang saintis yang sangat fenomenal. Sejarah mencatat, al-Biruni sebagai sarjana Muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari tentang seluk beluk India dan tradisi Brahminical. Dia sangat intens mempelajari bahasa, teks, sejarah, dan kebudayaan India.

Kerja keras dan keseriusannya dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek tentang India, al-Biruni pun dinobatkan sebagai ‘Bapak Indologi’ — studi tentang India. Tak cuma itu, ilmuwan dari Khawarizm, Persia itu juga dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’.
 

Di era keemasan Islam, al-Biruni ternyata telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan tertua yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi. Selain itu, al-Biruni juga dinobatkan sebagai ‘antropolog pertama’ di seantero jagad. Sebagai ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, al-Biruni juga menjadi pelopor dalam berbagai metode pengembangan sains.


Biografi Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al-Biruni

Biografi Ilmuan Muslim :
Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al-Biruni


Namanya tak diragukan lagi di pentas sains dan ilmu pengetahuan abad pertengahan. Dunia sains mengenalnya sebagai salah seorang putra Islam terbaik dalam bidang filsafat, astronomi, kedokteran, dan fisika. Wawasan pengetahuannya yang demikian luas, menempatkannya sebagai pakar dan ilmuwan Muslim terbesar awal abad pertengahan. Ilmuwan itu tak lain adalah Al-Biruni. Bernama lengkap Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al-Biruni, ilmuwan besar ini dilahirkan pada bulan September tahun 973 M, di daerah Khawarizm, Turkmenistan. Ia lebih dikenal dengan nama Al-Biruni. Nama “Al-Biruni” sendiri berarti ‘asing’, yang dinisbahkan kepada wilayah tempat tanah kelahirannya, yakni Turkmenistan. Kala itu, wilayah ini memang dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang asing.
Dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, Al-Biruni tumbuh dan besar dalam lingkungan yang mencintai ilmu pengetahuan. Tak seperti kebanyakan ilmuwan Muslim lainnya, masa muda Al-Biruni tak banyak terlacak oleh sejarah. Meski demikian, dari beberapa literatur diketahui, ilmuwan besar ini memperoleh pendidikan dasarnya dari beberapa ulama ternama di masanya, antara lain Syeikh Abdus Shamad bin Abdus Shamad. Di bidang kedokteran, ia belajar pada Abul Wafa’ Al-Buzayani, serta kepada Abu Nasr Mansur bin Ali bin Iraq untuk ilmu pasti dan astronomi. Tak heran bila ulama tawadlu dan gemar baca-tulis ini sudah tersohor sebagai seorang ahli di banyak bidang ilmu sejak usia muda.
Sebagai ilmuwan ulung, Al-Biruni tak henti-hentinya mengais ilmu, termasuk dalam setiap penjelajahannya ke beberapa negeri, seperti ke Iran dan India. Jamil Ahmed dalam Seratus Tokoh Muslim mengungkapkan, penjelajahan paling terkesan tokoh ini adalah ke daerah Jurjan, dekat Laut Kaspia (Asia Tengah), serta ke wilayah India. Penjelajahan itu sebenarnya tak disengaja. Alkisah, setelah beberapa lamanya menetap di Jurjan, Al-Biruni memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Namun tak disangkanya, ia menyaksikan tanah kelahirannya itu penuh konflik antaretnis. Kenyataan ini dimanfaatkan oleh Sultan Mahmoud Al-Gezna, yang melakukan invasi dan menaklukkan Jurjan.
Keberhasilan penaklukkan ini membawa Al-Biruni melanglang ke India bersama tim ekspedisi Sultan Mahmoud. Di sini, ia banyak menelorkan karya tulis, baik berupa buku maupun artikel ilmiah yang disampaikannya dalam beberapa pertemuan. Selain menghasilkan karya, penjelajahan bersama sang Sultan ini juga menghasilkan dibukanya kawasan India bagian timur sebagai basis baru dakwah Islam Al-Biruni.
Dalam rangkaian ‘tur’ nya di India ini, Al-Biruni memanfaatkan waktu luang bagi penelitian sekitar adat istiadat dan perilaku masyarakat setempat. Dari penelitiannya inilah, beberapa karya berbobot lahir (lihat boks). Tak hanya itu, Al-Biruni pula yang pertama memperkenalkan permainan catur ‘ala’ India ke negeri-negeri Islam, serta menjelaskan problem-problem trigonometri lanjutan dalam karyanya, Tahqiq Al-Hind. Dalam kaitan ini, ia berkata, “Saya telah menerjemahkan ke dalam bahasa Arab dua karya India, yakni Sankhya, yang mengupas tentang asal-usul dan kualitas benda-benda yang memiliki eksistensi, dan kedua berjudul Patanial (Yoga Sutra), yang berhubungan dengan pembebasan jiwa.” Kedua buku India ini juga memuat secara otentik sejarah akurat invasi Sultan Mahmoud ke India.
Kepiawaian dan kecerdasan Al-Biruni merangsang dirinya mendalami sekitar ilmu astronomi. Ia misalnya memberikan perhatian yang besar terhadap kemungkinan gerak bumi mengitari matahari. Sayangnya, bukunya yang membicarakan soal ini hilang. Namun ia berpendapat, seperti pernah ia sampaikan dalam suratnya kepada Ibnu Sina, bahwa gerak eliptis lebih mungkin daripada gerak melingkar pada planet. Al-Biruni konsisten mempertahankan pendapatnya tersebut, dan ternyata di kemudian hari terbukti kebenarannya menurut ilmu astronomi modern.
Sebagai sosok yang gemar membaca dan menulis, kepakaran Al-Biruni tak hanya di bidang ilmu eksakta. Ia juga mahir dalam disiplin filsafat. Karena itu, ia dikenal sebagai salah seorang filsuf Muslim yang amat berpengaruh. Pemikiran filsafat Al-Biruni banyak dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Al-Farabi, Al-Kindi, dan Al-Mas’udi (w. 956 M). Hidup sezaman dengan filsuf besar dan pakar kedokteran Muslim, Ibnu Sina, Al-Biruni banyak berdiskusi dengan Ibnu Sina, baik secara langsung maupun melalui surat menyurat. Keduanya tak jarang terlibat debat sekitar pemikiran filsafat. Ia misalnya menentang aliran paripatetik yang dianut oleh Ibnu Sina dalam banyak aspek. Al-Biruni memperlihatkan ketidaktergantungan yang agak besar terhadap filsafat Aristoteles dan kritis terhadap beberapa hal dalam fisika paripatetik, seperti dalam masalah gerak dan tempat.
Semua yang dilakukannya itu selalu ia landaskan pada prinsip-prinsip Islam, serta meletakkan sains sebagai sarana untuk menyingkap rahasia alam. Hasil eksperimen dan penelitiannya selalu bermuara pada pengakuan keberadaan Sang Pencipta (Allah). Ketika seorang ilmuwan, katanya, akan memutuskan untuk membedakan kebenaran dan kepalsuan, dia harus menyelidiki dan mempelajari alam.
Kalau pun ia tidak membutuhkan hal ini, maka ia perlu berpikir tentang hukum alam yang mengatur cara-cara kerja alam semesta. Ini akan dapat mengarahkannya untuk mengetahui kebenaran dan membuka jalan baginya untuk mengetahui Wujud yang mengaturnya. Dalam bukunya Al-Jamahir, Al-Biruni juga menegaskan,
”penglihatan menghubungkan apa yang kita lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya.
Dari penciptaan alam tersebut kita menyimpulkan eksistensi Allah.” Prinsip ini dipegang teguh dalam setiap penyelidikannya. Ia tetap kritis dan tidak memutlakkan metodologi dan hasil penelitiannya. Pandangan Al-Biruni ini berbeda sekali dengan pandangan saintis Barat modern yang melepaskan sains dari agama. Pandangan mereka tentang alam berusaha menafikan keberadaan Allah sebagai pencipta.
Keberhasilan Al-Biruni di bidang sains dan ilmu pengetahuan ini membuat decak kagum kalangan Barat. Max Mayerhof misalnya mengatakan, “Abu Raihan Muhammad ibn Al-Biruni dijuluki Master, dokter, astronom, matematikawan, ahli fisika, ahli geografi, dan sejarahwan. Dia mungkin sosok paling menonjol di seluruh bimasakti para ahli terpelajar sejagat, yang memacu zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam.” Pengakuan senada juga dilontarkan sejarahwan asal India, Si JN Sircar. Seperti dikutip Jamal Ahmed, ia menulis, “Hanya sedikit yang memahami fisika dan matematika. Di antara yang sedikit itu yang terbesar di Asia adalah Al-Biruni, sekaligus filsuf dan ilmuwan. Ia unggul sekaligus di kedua bidang tersebut.” Tokoh dan ilmuwan besar ini akhirnya menghadap Sang Ilahi Rabbi pada 1048 M, dalam usia 75 tahun.
Al-Biruni dan Karya
Laiknya para ilmuwan Muslim generasi sebelum dan sesudahnya, Al-Biruni juga dikenal sebagai penulis dan pemikir yang produktif. Menariknya lagi, sebagian karya-karyanya tersebut dihasilkan ketika berpetualang ke beberapa negeri. Menurut sumber-sumber otentik, karya Al-Biruni lebih dari 200 buah, namun hanya sekitar 180 saja yang diketahui dan terlacak. Beberapa di antara bukunya terbilang sebagai karya monumental. Seperti buku Al-Atsarul Baqiyah ‘anil Qurunil Khaliyah (Peninggalan Bangsa-bangsa Kuno) yang ditulisnya pada 998 M ketika ia merantau ke Jurjan, daerah tenggara Laut Kaspia. Dalam karyanya tersebut, Al-Biruni antara lain mengupas sekitar upacara-upacara ritual, pesta, dan
festival bangsa-bangsa kuno.
Masih dalam lingkup yang sama, Al-Biruni tak menyia-nyiakan kesempatan beberapa ekspedisi militer ke India bersama Sultan Mahmoud Gezna. Ia pergunakan lawatannya tersebut dengan melakukan penelitian seputar adat istiadat, agama, dan kepercayaan masyarakat India. Selain itu, ia juga belajar filsafat Hindu pada sarjana setempat. Jerih payahnya inilah menghasilkan karya besar berjudul Tarikhul Al-Hindy (Sejarah India) tahun 1030 M. Intelektual Iran, Sayyed Hossein Nasr, dalam Science and Civilization in Islam (1968), menyatakan, buku ini merupakan uraian paling lengkap dan terbaik mengenai agama Hindu, sains, dan adat istiadat India.
Al-Biruni, dalam karyanya ini antara lain menulis analisis menarik, bahwa pada awalnya manusia mempunyai keyakinan monoteisme, penuh kebaikan dan menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tapi, lantaran nafsu murka telah membawa mereka pada perbedaan agama, filsafat, dan politik, sehingga mereka menyimpang dari monoteisme ini. Ia juga membahas tentang geografi India. Al-Biruni juga berpendapat, lembah Sungai Hindus dan India, mulanya terbenam dalam laut, namun perlahan menjadi penuh endapan yang dibawa air sungai.
Tak hanya menulis buku tentang sosiologi, Al-Biruni juga banyak menulis tentang ilmu-ilmu eksakta seperti geometri, aritmatika, astronomi, dan astrologi. Karya di bidang ini misalnya Tafhim li Awa’il Sina’atut Tanjim. Khusus disiplin ilmu astronomi, ia menulis buku berjudul Al-Qanun Al-Mas’udi fil Hai’ah wan Nujum (Teori tentang Perbintangan). Di Barat, buku ini memperoleh penghargaan dan menjadi bacaan standar di berbagai universitas Barat selama beberapa abad. Ilmuwan Muslim ini juga dikenal sebagai pengamat pertambangan. Untuk masalah ini, ia menulis buku Al-Jamahir fi Ma’rifatil Jawahir tahun 1041 M.
Karya lainnya, di bidang kedokteran berjudul As-Saydala fit Thib (Farmasi dalam ilmu Kedokteran), Al-Maqallid ‘Ilm Al-Hai’ah (tentang perbintangan), serta buku Kitab Al-Kusuf wal Khusuf ‘Ala Khayal Al-Hunud (Kitab tentang Pandangan Orang-orang India terhadap Peristiwa Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan).


Jumat, 08 Mei 2015

Penerimaan Siswa/i Baru SMK Raudlotul Ihsan


SMK RAUDLOTUL IHSAN
Kembali Membuka Pendaftaran Siswa/i Baru Tahun Ajaran 2015/2016
Dengan Jurusan :
1. Teknik Komputer dan Jaringan
2. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian
3. Bisnis Managemen
Pendaftaran dimulai 10 Mei 2015
Setiap Jam Kerja
Tersedia Beasiswa Untuk Siswa/i Berprestasi
Sekretariat Pendaftaran :
SMK RAUDLOTUL IHSAN
Alamat : Jalan Raya Sobang Panimbang Km 1 Pangkalan Sobang Pandeglang 42281
Contact Person : 087805616321, 085716068093